1.1 Awal Berdirinya Kerajaan Talaga
Talaga
merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Majalengka yang
letaknya tepat berada di kaki Gunung Ciremai. DI daerah ini pernah
berdiri sebuah kerajaan besar yang bercorakkan Budhisme dengan nama
Kerajaan Talaga. Penamaan Kerajaan Talaga didasarkan pada letak kerajaan
yang berdekatan dengan sebuah talaga atau oleh masyarakat setempat
disebut situ sangiang.
Di
sekitar tempat inilah Kerajaan Talaga pernah berdiri Terbentuknya
Kerajaan Talaga diawali dengan berdirinya sebuah padepokan agama Budha
(± 1371 M) yang bernama padepokan Sarwastiwada
(ajaran Budha Mahayana yang menitik beratkan pada ajaran puji-pujian
pada Sidarta Gautama) padepokan ini berada di daerah Gunung Bitung,
sebuah daerah yang berada di Desa Wangkelang Kecamatan Cingambul Kab.
Majalengka. Padepokan Sarwastiwada dibina oleh Sang Sudayasha, ia adalah
salah seorang putra dari Sang Suryadewata yang merupakan keturunan dari
Prabu Ajiguna Linggawisesa dan Ratu Uma Lestari dari Kerajaan Galuh.
Dalam
perkembangannya padepokan yang dibina oleh Sang Sudayasa ini mengalami
kemajuan pesat terlebih lagi ketika Padepokan ini dipimpin oleh putranya
bernama Sang Darmasuci. Dengan bertambah pesatnya perkembangan agama
Budha di daerah Gunung Bitung menjadikan Sang Darmasuci sebagai seorang
raja merangkap sebagai pendeta Budha Sarwastiwada. Sang Darmasuci
akhirnya pindah dan mendirikan sebua'a kerajaan kecil bercorak Bhudisme
yang ciiher; nap-,a Kerajaan Talaga karena letaknva ditepi sebuah Talaga
atau situ (Situ Sangiang Kecamatan Banjaran). Kerajaan Talaga ini masih
berada diwilayah kekuasaan Kerajaan Galuh yang pada saat itu dipimpin
oleh rajanya Sang Maha Prabu Niskala Wastu Kancana yang masih saudara
sano Darmasuci Atas kerjasama dan dukungan Maha Prabu Niskala Wastu
Kancana terhadap kerajaan Talaga, maka sebagrai kerajaan van-, bercOrak
Budhisme kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Budha ditatar tanah
sunda (Jawa Barat) bahkan dart luar wilayah tatar tanah sundapun banyak
orang yang, datang berkunjung ke kerajaan Budha Talaga ini.
1.2 Raja - raja Penguasa Kerajaan Talaga
a. Era Prabu Darmasuci
Prabu
Darmasuci merupakan raja pertama sekaligus pendiri kerajaan yang
dilatar belakangi dengan perkembangan dan kemajuan Padepokan
Sarwastiwada yang diwarisi dari ayahandanya Sang Sudayasa atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Batara Gunung Bitung.
Pemerintahan
Prabu Darmasuci segenerasi dengan Maha Prabu Niskala Wastu Kancana dari
Kerajaan Galuh yang sama-sama merupakan cicit dari Prabu Ajiguna Lingga
Wisesa. Selama pemerintahannya Prabu Darmasuci berhasil menjadikan
Kerajaan Talaga sebagai pusat pengembangan agama Budha ditataran tanah
sunda dan bahkan hingga luar pulau Jawa. Prabu Darmasuci berputrakan dua
orang yang bernama:
1). Begawan Garasiang
2). Prabu Darmasuci II ( Sunan Talagamanggung )
Begawan
Garasiang dikenal sebagal resi guru yang termashur dengan segala
perjalanan hidupnya yang tersirat dalam sebuah sempalan cerita bahwa ;
Sang Begawan Garasiang berkedudukan di suatu tempat yang tenang dan
tidak kembali ke tempat asalnya di Gunung Bitung, patilasannya dapat
ditemukan disalah satu bukit di Desa Sangiang yang dikenal dengan nama
Bukit Garasiang. Begawan Garasiang mempunyai seorang putri yang bernama
Nyi Mayangkaruna.
Prabu
Darrnasuci II yang merupakan anak dari Prabu Darmasuci I adalah yang
melanjutkan tampuk kepemimpinan Kerajaan Talaga menggantikan ayahandanya
Prabu Darmasuci I
b. Era Sunan Talagamanggung (± 1388-1420 M)
Pada
masa pemerintahan Prabu Darmasuci II kerajaan Budha T'alaga ini
mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam mengembangkan pengaruh
pemerintahan dan agama ditatar sunda. Sebutan Talaga Manggung merupakan
sebuah pemberian nama kepada Prabu Darmasuci II dengan harapan setelah
dinobatkan menjadi raja di Talaga kelak menjadi seorang pemimpin yang
manggung yaitu seorang raja yang adil dan bijaksana dalam menjalankan
pemerintahannya. Harapan ini menjadi kenyataan terbukti setelah Prabu
Darmasuci II dipercaya menjadi raja ke Il di Talaga kerajaan Talaga
mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat.
Prabu
Darmasuci 11 atau Sunan Talagamanggung mempunyai dua orang anak,
seorang putra bernama Raden Panglurah dan seorang putri bernama
Simbarkancana.
Raden
Panglurah sebenarnya diharapkan kelak menjadi penerus tahta Kerajaan
Talaga, akan tetapi dia tidak tertarik dengan urusan pemerintahan dan
lebih senang mengikuti jejak cicitnya Sang Sudayasa atau Batara Gunung
Bitung untuk menjadi biksu / Pendeta agama Budha.
Sedangkan
putrinya Simbarkancana dikenal sebagai puteri yang sangat cantik
sehingga banyak rajaraja yang ingin melamar kepadanya. Karena begitu
banyaknya orang yang ingin melamarnya sehingga Sunan Talagamanggung
mengadakan sayembara dengan berbagai jenis pertandingan selama tiga han
berturut-turut yang diantaranya dipertandingkan keterampilan perang
tanding sambil menunggang kuda dengan senjata lengkap, perang tanding
sejenis namun tidak berada diatas kuda, keterampilan menangkap binatang
buas di hutan, dan kemahiran menggunakan panah. Dari sekian banyak
peserta yang mengikuti sayembara akhirnya keluar sebagai pemenang
seorang kesatria yang bernama Sang Sakyawirya dari tanah Palembang
Sumatera, maka iapun lebih dikenal dengan nama Palembanggunung.
Setelah
Palembanggunung dinikahkan dengan Simbar Kancana iapun diangkat sebagai
patih utama dan bahkan sebagai wakil sang Prabu yang sebenarnya hanya
layak diberikan kepada Raden Panglurah. Dalam perjalanannya
Palembanggunung mulai memperlihatkan tabiat yang tidak balk dan bahkan
mempunyai niat untuk merebut tampuk pimpinan kerajaan. Untuk mewujudkan
keinginannya Palembanggunung dengan segala cara dan muslihat berhasil
membujuk seorang patih bernama Citrasinga untuk merencanakan merebut
tahta kerajaan dari sang raja dengan cara mcrayu seorang juru simpen
kerajaan dari Kerajaan Galuh bernama Centangbarang, Centangbarang in]
adalah orang yang tahu kelemahan raja yang, dia berhasil menikam raja
dari belakang dengan "CIS" yaitu senjata rahasia milik sang raja yang
berhasil ia curi, akhirnya Sunan Talagamanggung wafat ditangan si
Centangbarang.
Tampuk
pemerintahan akhirnya di teruskan oleh Putri Simbarkancana yang
merupakan putera mahkota kerajaan, hal ini dikarenakan Raden Panglurah
tidak bersedia untuk meneruskan tahta kerajaan dan lebih memilih untuk
menjadi Bhiksu di kawasan Gunung Bitung,
c. Era Ratu Simbarkancana (± 1420 - 1450 M)
Sepenirrggal
ayahandanya Simbarkancana dinobatkan sebagai penerus tahta kerajaan.
Pada pemerintahan Simharkancana mengalami pemindahan pusat pemerintahan
dari Sangiang ke Walangsuji yaitu Desa Kagok Kecamatan Banjaran sekarang
yang menjadi tempat baru bagi Simbar Kancana dalam menata dan
menjalankan roda pemerintahannya.
Terkait
dengan wafatnya Sunan Talagamanggung, akhirnya setelah berhasil menikam
Sunan Talagamanggung Centangbarang kabur dan bersembunyi dihutan untuk
menghindari kejaran prajurit kerajaan yang diperintahkan oleh Palembang
Gunung yang tidak lain merupakan otak dibalik semua konspirasi perebutan
kekuasaan mi. Wafatnya Sunan Talagamanggung membuat terkejut para raja
di tanah Jawa dan Sumatera yang akhirnya mengutus utusannya untuk
menyatakan belasungkawa. Suasana duka juga menyelimuti keraton
Surawisesa di kawali yang merupakan ibu kota
kerajaan Galuh. Sang Prabu Dewa Niskala mengutus Puteranya Sang
Kusumalaya untuk mengusut Centang barang dan orang dibalik
konspirasinya.
Sang
Kusumalaya akhirnya dapat menemukan Centangbarang dari persembunyiannya
dan mendapat pengakuan akan semua yang terjadi dan dalang dibalik
peristiwa int. Sang Kusumalaya akhirnya menemui Simbarkancana secara
diam-diam di keputren dan mengungkapkan semua akal licik yang tidak lain
adalah suarni dari Simharkancana, Simbarkancana sempat marah kepada
Kusumalaya dengan tersinggung dengan disebutkannya dalam konspirasi yang
menjadikan wafatnva Sunan Talagamanggung, akan tetapi sang Kusurnalava
herhasil meyakinkan Simbarkancana dengan mempcrtenIukan Simbarkancana
dengan Centan,baranu dit cmpat persembunyianya ditengah hutan.
Pada
suatu liar) setelah Simbarkancana mengetahui bahwa otak dibalik
wafatnva Sunan Talagamanggung adalah Palembanggunun, suaminva maka pada
suatu ketika saat Palembanggunung tertidur pulas dipangkuannya
Simbarkancana menusukan Konde (Patrem) tiga kali tepat ditenggorokan
sehingga Palembanggunung tewas seketika di pangkuan Simbarkancana.
Sepeninggal
Palembanggunung roda pemerintahan berjalan secara aman dan tidak pernah
terjadi lagi kekacauan dan perampokan yang ternyata semua itu didalangi
oleh Palembanggunung. Tidak lama setelah meninggalnya Palembanggunung
Kerajaan Galuh mengirim utusan untuk melamar Simbarkancana yang akhirnya
menikah dengan Kusumalaya di keraton kerajaan Talaga Manggung dengan
disaksikan para punggawa dan raja-raja sahabat pulau Jawa dan Sumatera.
Dari pernikahannya itu Ratu Simbar Kancana dikaruniai tujuh orang anak,
yaitu :
1. Sunan Bungbulang
2. Sunan Tegal Cau
3. Sunan Jero Kaso
4. Sunan Kuntul Putih
5. Sunan Cengal
6. Sunan Cihaur
7. Sunan Parung (Sunan Corenda)
Dari
kesekian puteranya kelak Sunan Parung yang akan melanjutkan tahta
Kerajaan Talaga. Ratu Simbar Kancana hidup sejaman dengan Sribaduga Maha
Raja atau Prabu Siliwangi yang merupakan kakak se ayah dart Sang
Kusumalaya yang merupakan suami kedua dart Ratu Simbar Kancana
d. Era Sunan Parung (± 1450 - 1500 M)
Pemerintahan
kerajaan di era kekuasaan Sunan Parung mengalami dinamika tersendiri
karena pada waktu itu pengaruh agama Islam mulai mempengaruhi tatanan
kehidupan dan pemerintahan di wilayaah kerajaan Talaga. Dengan masuknya
pengaruh Islam mempengaruhi regenerasi kekuasaan yang tadinya tahta
diturunkan secara turun temurun. Dengan ini semua kebiasaan itu berubah
dan dalam menjalankan pemerintahanya harus berkiblat ke Cirebon sebagai pusat pemerintahan Islam.
Sunan
Parung mempunyai seorang anak dari permaisurinya, oleh masyarakat di
wilayah Talaga dikenal dengan sebutan Sunyalarang atau Ratu Parung,
beliau dinikahi oleh Ranggamantri alias Parunggangsa yaitu keturunan
Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
e. Era Ratu Parung Sunyalarang (± 1500 - 1550 M)
Setelah
Sunan Parung meninggal dunia, tahta kerajaan dilanjutkan oleh puterinya
Ratu Parung Sunyalarang yang dibantu oleh suaminya Raden Ranggamantri
atau Parunggangsa. Pada masa pemerintahannya di Kerajaan Talaga terjadi
proses islamisasi yang dilakukan oleh penguasa kerajaan setelah secara
resmi menyatakan masuk Islam kepada Sunan Gunung Jati Cirebon. Dengan
peristiwa ini maka Sunan Gunung Jati mertihcrikan gelar Pucuk Umun
kepada Raden Ranggamantri yang begitu g~igih menyebarkan agama Islam di
Talaga.
Buah Perkawinan Ratu Sunyalarang denoan Raden Ranggamantri mendapatkan keturunan yang diantaranya:
1. Haur Kuning (menurunkan para bupati ciamis)
2. Sunan Wanaperih
3. Dalem Lumaju (maja)
4. Dalem Umbuluar Santoan Singandaru
5. Dalem Panungtun ( Girl lawungan 6. Dalem Panaekan
f. Era Sunan Wanaperih (± 1550 - 1590 M)
Setelah
Rd. Ran-g, _g, a Mantri atau Sunan Parunggangsa meninggal, beliau
dimakamkan di dekat situ Sangiang dan tahta kerajaan dipegang oleh
Putera keduanya Arya kikis (Sunan Wana Perih). Masa pemerintahan Sunan
Wana Penh seangkatan dengan kepemimpinan Prabu Sunda Padjajaran, Ratu
Carita.
Pada
masa Wana Perih menjadi penguasa Talaga seluruh rakyat Talaga Sudah
menganut Islam dengan berkiblat pada madzab imam Syafi'i. Sementara itu
hubungan dengan Cirebon
terus diperkuat dengan pernikahan salah seorang dari putera Sunan Wana
Perih dengan Sayyid Ibrahim. Adapun keturunan sunan Wanaperih kemudian
menyebar ke berbagal daerah di Jawa barat dan bahkan menjadi cikal bakal
beberapa kabupaten di Jawa barat, diantaranya di Subang, Sumedang dan Cianjur. Sunan Wana Perih mempunyai anak diantaranya :
1) Dalem Kulanata
2) Dalem Cageur ( Darma ) Makam Ratu Parung Sunvalareng, Cikiray Talagawetan Kecamatan Talaga
3) Raden Apun Surawijaya ( Sunan Kidul ) 4. Ratu Radeya
4) Ratu Puteri
5) Dalem Aria Wangsagoparana, Sagalaherang
Dalam
sejarah Jawa Barat telah disebutkan bahwa Aria Wangsa Goparana berasal
dari Talaga yang berpindah ke Sagalaherang Subang dan salah satu
puteranya yang bernama Raden Aria Wiratanudatar berpindah ke daerah
Cikundul di Cianjur yang akhirnya menurunkan bupati bupati dan pendiri
kota Cianjur sekarang.
g. Era Pemerintahan Pangeran Apun Surawijaya. (1590- 1635 M)
Sepeninggal
Raden Aria Kikis atau Sunan Wanaperih tampuk pemerintahan dilanjutkan
oleh anaknya yang bernama Pangeran Apun Surawijaya walaupun sebenarnya
masih ada putera tertua Sunan Wana perih yaitu Dalem Kulanata,
keterangan diatas menimbulkan penafsiran bahwa di kerajaan Talaga
setelah Islamisasi terjadi pertentangan politik diantara keluarga
kerajaan. Pan-eran Apun Surawijaya adalah pendiri Kota Talaga dikenal
juga dengan sebutan Sunan Kidul, karena beliau memindahkan pusat
pemerintahanya ke sebelah selatan dari keraton Walangsuji tepatnya di
Tanah Kagok yang sekaran, ada di sebelah Selatan Kota Kecamatan Talaga.
Pangeran Apun Surawijaya mempunyai empat orang putra, _yaitu :
1) Dalem Salawangi ( Salawangi )
2) Sunan Cibalagung ( Cianjur )
3) Pangeran Surawijaya ( Sunan Ciburuy )
4) Dalem Tuhu ( Sunan Ciparanje )
h. Era Pangeran Surawijaya (± 1635 - 1675 M)
Pangeran
Surawijaya yang lebih dikenal dengan Sunan Ciburuy menggantikan sang
ayah Pangeran Apun Surawijaya melanjutkan tampuk pemerintahan dan terus
membangun Talaga oleh para keturunannya dari generasi kegenerasi sampai
akhirnya ± 1819 M pada masa Bupati Aria Sacanata, Pemerintahan Flindia
Belanda mengharuskan Ibu kota Talaga pindah ke Sindangkasih.
1.3 Upaya Pelestarian Sejarah Kerajaan Talaga Manggung
1. Museum Talaga Manggung
Makam Pangeranm Apun Surawijaya, Lemahabang Desa Cikeusal
Kecamatan Talaga.
Museum
Talaga Manggung, terlctak di tengah Ibu Kota Kecamatan Talaga Sebagai
salahsatu upaya dalam melestarikan peninggalan sejarah Kerajaan Talaga
Manggung dimuseum in] tersimpan barang - barang pusaka yang menjadi
bukti akan keberadaan Kerajaan Talagamanggung. Awal mula dibangunnya
sebuah museum yang terletak dl tengah Ibu Kota Kecamatan Talaga dengan
di awali pembuatan sebuah bangunan yang disebut "Bumi Alit" diperkirakan
dibangun pada jaman Pangeran Sumanagara sekitar tahun 1820 setelah
pemerintahan Kabupaten Talaga dipindahkan ke Sindangkasih oleh
pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1819. Pada saat itu pemerintahan
Talaga dipimpin oleh Pangeran Aria Sacanata.
Sejak
saat itulah penerus atau para keturunan Raja - raja Talaga dikenal
dengan sebutan Keprabonan Talaga atau Tokoh Sesepuh Talaga. Sebagai
pemegang Keprabonan pasca pemerintahan Pangeran Aria Sacanata diteruskan
oleh :
- Pangeran Sumanagara th. 1820
- Ny. Rd. Anggrek th.1840
- Rd. Nata Kusumah th.1865
- Rd. H. Gozali Nata Diputra th.1895
- Ny. Rd. Masri'ah / Rd. A. Kartadilaga th.1925
- Ny. Rd. Madinah th.1970
- Rd. Moh. Samsudin th.199 3
- Ny. Rd. H. Suhaebah th. 2000
Dalam
upaya melestarikan dan menitik beratkan pada keamanan barang
peninggalan sejarah Kerajaan Talagamanggung dari hal-hal yang tidak
diinginkan, pihak Keprabonan Talaga memohon perhatian Pemerintah Daerah
Majalengka demi upaya tersebut diatas. Sebagai tindak lanjut dari upaya
tersebut Keprabonan Talaga pada tahun 1991 membentuk sebuah yayasan yang
diberi nama Yayasan Talagamanggung, yang didalamnya terdiri dari para
keturunan raja Talaga dan berbagai pihak yang memiliki kesamaan visi
untuk melestarikan peninggalan sejarah Kerajaan Talagamanggung.
Pada
tahun 1993 atas permohonan Yayasan Talagamanggung, Pemerintah Daerah
Kabupaten Majalengka merealisasikan pernugaran Bumi Alit menjadi sebuah
Museum yang diberi nama Museum Talagamanggung. Yang selanjutnya dimuseum
ini tersimpan barang peninggalan Kerajaan Talagamanggung.
2. Prosesi Upacara Adat Nyiramkeun
- Nyiramkeun
Nyiramkeun
adalah sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun yang selalu
dilaksanakan pada Hari Senin Tanggal Belasan Akhir Bulan Syafar. Adapun
kata Nyiramkeun berasal dari bahasa sunda dengan kata asal "Siram" yang
berarti memandikan. Adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh
Keprabonan Talaga secara turun temurun dengan tujuan untuk melestarikan
barang peninggalan Kerajaan Talagamanggung.
Disamping
itu tujuan diselenggarakannya upacara Nyiramkeun sebagai ajang
silaturrahmi antar sesama keturunan Kerajaan Talagamanggung, dan sebagai
bentuk penghormatan terhadap orang tua terdahulu yang mewariskan
peninggalan - peninggalannya.
Dalam
melaksanakan upacara Nyiramkeun ada bagian - bagian prosesi acara yang
tidak boleh ditambah atau dikurangi, yang diantaranya adalah :
Pengambilan air dari 7 mata air yang sudah ditentukan, diantaranya :
Mata air Gunung Bitung, mata air Situ Sangiang, mata air dari Cikiray,
mata air dan Wana Perih, mata air dad Lemahabang, mata air dan regasari
dan mata air dari Cicamas.
- Sesaji,
yang biasa disiapkan setiap akan melaksanakan 3 prosesi upacara
Nyiramkeun, satu untuk sesaji pada prosesi nyiramkeun Arca Raden
Panglurah, satu untuk prosesi Nyirarnkeun Arca Ratu Simbarkancana dan
satu lagi untuk prosesi Nyiramken baran- barang pusaka.
- Bunga
Setaman dan Wewangian ju`~a merupakan salah satu syarat yang harus
disiapkan dalam Prosesi pencucian barang pusaka yang mempunyai
fungsi untuk memudahkan dalam pencucian barang pusaka dan sehingga
wanginya pun bisa bertahan lama.
Adapun hal-hal baru yang berkaitan dengan upacara Nyiramkeun juga dilaksanakan, Kirab Barang Pusaka nrcngclilingi kota
Talaga sebagai wujud rasa memiliki masyarakat terhada keberadaan
sejarah Kerajaan Talagamanggung. selain Kirab Barang Pusaka juga
dimeriahkan pula oleh pementasan seni budaya yang merupakan aset
kesenian daerah yang terdapat di wilayah Talaga.sejarah talaga